Tanpa Sosial Media ?

Dijaman modernisasi seperti sekarang tak sedikit orang mengenal media social karna emang udah termasuk kebutuhan utama mereka, bisa dibilang sih gini..

Tanpa handphone gak bisa hidup tenang.

Miris dengernya apalagi jika anak kecil bilangnya seperti itu… hadeeeeh. Selain menularkan dampak positif yang banyak namun begitu juga dampak negative yang ia tularkan. Pernah denger gak tentang sindrom FoMo ?? FoMo adalah suatu penyakit yang dialami oleh orang yang menganggap dirinya gak bisa lepas dari telephon genggam dan banyak lagi deh pembahasan tentang itu, kalo masih penasaran langsung cek aja sama mbah Google pasti lebih tau daripada diriku.. hehe.

Oke deh daripada cek Google mending baca ini aja biar cepet, jangan lama-lama nanti diambil orang. Apaan sih.. kembali ke topik.

FoMo merupakan suatu keadaan psikologis dimana seseorang merasa gelisah apabila ketinggalan suatu informasi yang sedang “happening” di dunia maya. Mungkin untuk generasi 90an dikenal dengan istilah “takut ga update”.

Syndrome ini jelas memberikan pengaruh yang negative dalam kehidupan social generasi milineal. Sebagai buktinya mungkin bisa dilihat kebanyakan sekarang lebih takut kehilangan atau ketinggalan ponselnya ketimbang dompetnya. Bener gak kamu juga kayak gitu kan? Jujur aja.

Ciri-cirinya kayak gini lho.. baca ya jangan main hp terus. Pertama tidak pernah mau lepas dari ponsel, keseringan melihat social media untuk melihat eksistensinya dalam pandangan orang lain, selalu penasaran sama timeline orang lain alias kepo, penasaran dengan komentar-komentar orang lain di timeline orang lain (kalo ini kayaknya udah akut deh), merasa bersalah kalau udah lama ga update, terobsesi mendapat banyak like sebanyak-banyaknya hahaha ngarep banget kamu bukan selebritis, selalu ingin eksis sampai semua dijadikan bahan untuk posting lebay banget sumpah.. Terakhir bahagia kalau udah nemu hotspot dan sedih kalau signal jelek apalagi kuota habis bisa guling-guling.

Aku sendiri juga merasa begini tapi gak sampai kronis cuma 50 persen terkena syndrome ini. Mengendalikan diri dari social media merupakan cara yang paling efektif. Mengurangi ketergantungan terhadap social media tidak gampang harus bertahap. Mulai dari mengurangi waktu berinteraksi dengan social media dengan mengaktifkan notifikasi waktu akses social media atau secara ektrim menghapus aplikasi secara permanen adalah hal paling gampang dilakukan, namun untuk orang yang sudah ketergantungan langsung menghapus justru akan menimbulkan kegelisahan yang lebih besar.

Sekarang aku udah mulai bisa lepas dari social media, beberapa aplikasi social media sudah tidak saya buka, contohnya facebook sudah tidak pernah terbuka dalam jangka waktu yang lama banget, mungkin udah banyak sarang laba-labanya. Terus instagram sampai sekarang tidak pernah aku buka kurang lebih 3 bulan lamanya, woow ternyata aku bisa dan aku lanjutan trend positif ini. Dibilang ga gaul ga pake instagram aku mah bodoamat, aku gak peduli.

Cuma twitter yang bagiku sulit terlupakan, banyak berita update soalnya. Sebenarnya udah lama main twitter sejak tahun 2011 tapi akun gak bisa dibuka, terpaksa bikin akun lagi di tahun 2016. Tapi males juga kalo buka twitter isi timeline bacot, sambat, receh, twitt bucin, dan omong kosong. Hahaha

Aku mau lepas dari twitter tapi gak lama nanti akan kembali. Tapi gak tau sampai kapan.

Dan mulai sekarang aku ingin menantang diri aku sendiri untuk lebih care sama tubuh, pikiran, kehidupan, juga kenyataan yang sedang aku hadapi. Selama ini aku terlalu sibuk “seolah ingin menyenangkan orang lain” dengan twitt atau postingan dunia maya, tapi yang aku dapat hanya bahagia yang fana, aku “SAKIT”.

Maaf kalau aku masih banyak salahnya, semoga saya lekas sembuh. Doakan.

Sampai disini.
Aku pamit sebentar.

Sekian dariku.